PRIVATISASI
Privatisasi sering diasosiasikan dengan perusahaan berorientasi jasa atau industri, seperti pertambangan, manufaktur atau energi, meski dapat pula diterapkan pada aset apa saja, seperti tanah, jalan, atau bahkan air.
Secara teori, privatisasi membantu terbentuknya pasar bebas, mengembangnya kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya dianggap akan memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik. Sebaliknya, para sosialis menganggap privatisasi sebagai hal yang negatif, karena memberikan layanan penting untuk publik kepada sektor privat akan menghilangkan kontrol publik dan mengakibatkan kualitas layanan yang buruk, akibat penghematan-penghematan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendapatkan profit.
(wikipedia)
Privatisasi Melanggar Konstitusi Negara RI
Asian Day of Action Against Privatization of Essential Services and Natural Resources
WALHI 04/05/10, Jakarta - Sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi terutama pasal 33 UUD 1945, bumi , air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun berbagai macam perundangan justru melegalkan keterlibatan pihak swasta dalam penguasaan dan distribusi kebutuhan dasar rakyat tersebut.
Pelbagai perundangan yang muncul seperti Undang-Undang sumber daya air, Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang Ketenagalistrikan, UU Migas, UU Perkebunan, UU HAKI, menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup rakyat, karena barang publik yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara dikomodifikasi untuk tujuan pencarian keuntungan sebesar-besarnya.
Kondisi tersebut didukung penuh oleh Lembaga Keuangan Internasional dengan keterlibatan Asian Development Bank lewat kucuran utangnya. Lebih dari empat dasawarsa Asian Develepment Bank (ADB) Bersama-sama dengan Bank Dunia menjadi pengerak privatsiasi barang dan layanan publik khususnya air dan listrik. ADB terlibat dalam praktek privatisasi air di Indonesia, India, Pakistan, Korea Selatan, Nepal dan Srilanka. ADB Juga mendanai privatisasi listrik dalam proyeknya di Filipina, Bangladesh, Pakistan, Thailand, Indonesia, India dan banyak tempat lainnya.
Privatisasi layanan publik tersebut juga telah menggiring peningkatan biaya yang ditanggung oleh rakyat secara berkelanjutan dan eskalatif. Selain itu menyebabkan berkurangnya akses air dan listrik bagi rakyat miskin, monopoli sumber daya alam oleh perusahaan-perusahaan swasta, penggusuran rakyat serta kerusakan lingkungan.
ADB berpendapat bahwa, "pertumbuhan ekonomi merupakan kekuatan penggerak untuk mengurangi kemiskinan di kawasan Asia, strategi baru mununtut lompatan besar dalam mendanai sektor swasta. Dukungan yang diperuntukkan bagi sektor swasta meningkat dari 12% pada tahun 2007 menjadi 50% pada tahun 2020".
Strategi 2020 ADB tersebut tidak lain adalah upaya untuk meningkatkan eskalasi privatisasi di tingkat Asia khususnya Indonesia. Oleh karena itu dalam rangka hari aksi se-Asia menentang privatisasi layanan publik dan sumberdaya alam, kami bersama dengan gerakan sosial di Asia menyerukan:
- Mengembalikan barang publik (common good) sebagai milik publik, sebagai kebutuhan dasar yang menopang pencapaian kehidupan yang sejahtera.
- Hentikan keterlibatan aktor non-negara dalam kepemilikan dan pelayanan kebutuhan hak dasar rakyat yang melahirkan privatisasi dan state corporatism.
-Medesak dihapuskannya utang dari ADB dan Bank Dunia yang telah mendorong privatisasi serta mengakibatkan kerusakan ekonomi, lingkungan sosial dan budaya, serta merestorasi atas kerusakan tersebut.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Serikat Petani Indonesia (SPI) Koalisi Anti Utang (KAU), Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air(KruHA), , debtWATCH Indonesia,LS-ADI
(www.walhi.or.id/in/.../1339-privatisasi-melanggar-konstitusi-ri)
Dampak Privatisasi :
Privatisasi Vs Nasionalisme
Pemerintah berencana mengajukan tambahan 15 BUMN kepada Komite Privatisasi, mencakup sektor perkebunan, perbankan, dan industri strategis, dan rencana ini juga memicu pro dan kontra. Pihak yang pro privatisasi merupakan pendukung berat pemikiran ekonomi Neo-Klasik. Menurut mazab yang mengacu kepada mekanisme pasar ini, pengelolaan perusahaan oleh swasta dengan prinsip maksimalisasi keuntungan, akan jauh lebih produktif dan lebih efisien jika dibandingkan dengan pengelolaan oleh pemerintah. Dengan efisiensi yang lebih baik, BUMN diharapkan dapat lebih kompetitif di dalam negeri maupun internasional.
Sementara pendapat menentang privatisasi didukung oleh pemikiran adanya ketidaksempurnaan pasar sehingga privatisasi dapat merugikan. Tokoh besar dalam ilmu ekonomi, Joseph Stiglitz, pemenang hadiah nobel ekonomi 2001, termasuk pendukungnya. Dalam kondisi pasar yang tidak sempurna dan banyak distorsi, maka privatisasi hanya merupakan pengalihan monopoli dari pemerintah ke swasta. Sehingga, yang diuntungkan adalah swasta tertentu, sementara masyarakat dirugikan karena membayar harga yang tinggi sebagai akibat ketidakefisienan atau karena posisi tawar yang rendah.
Selain itu, keberadaan BUMN juga diperlukan untuk meminimalkan distorsi ekonomi yang berasal dari swasta, yakni mereduksi dampak negatif dari kartel badan usaha swasta. Misal, kartel (de facto) perusahaan minyak goreng, yang terjadi akhir-akhir ini dengan meningkatkan harga, dapat dihindari dengan masuknya BUMN secara langsung ke pasar dengan menawarkan harga yang kompetitif.
Alasan menentang privatisasi lainnya, juga tidak terlepas dari rasa nasionalisme. Privatisasi kepada pihak asing berarti menjual perusahaan kepada pihak asing sehingga pengelolaan perusahaan dilakukan oleh asing. Badan usaha khususnya yang bersifat strategis, seperti telekomunikasi dan industri strategis, dapat digunakan untuk mengendalikan Indonesia. Penjualan saham kepada pihak asing dapat mengakibatkan negara kita sangat tergantung kepada pihak asing, sehingga kita mudah didekte.
Misalnya, bisa diduga kebijakan ekstradisi dan perjanjian pertahanan Indonesia dengan Singapura yang dianggap merugikan Indonesia mungkin juga dipengaruhi oleh kegiatan usaha dari Temasek, BUMN Singapura. Tampaknya, pengikut ekonomi pasar, yang mempercayai semakin kecil intervensi Pemerintah semakin baik, perlu belajar ekonomi politik dan bukan hanya ekonomi murni.
Dampak Privatisasi
Pengikut ekonomi pasar kadangkala terlalu myopic terhadap pandangan campur tangan Pemerintah selalu berdampak buruk terhadap ekonomi sehingga privatisasi merupakan penyelesaian terbaik. Sebagaimana diketahui pada tahun 1980-an dan 1990-an, kebijakan privatisasi aktif dipromosikan oleh lembaga-lembaga bantuan bilateral, misal USAID, dan lembaga multilateral, seperti Bank Dunia dan IMF. Antara tahun 1980 hingga 1992, lebih dari 15.000 BUMN di berbagai negara telah diprivatisasi.
Bagaimana dampaknya, mari kita berkaca pada beberapa fakta hasil penelitian empiris dari beberapa negara. Berdasarkan Todaro (2003) dengan mengambil penelitian Kikeri dkk, menunjukkan bahwa dalam banyak kasus privatisasi berhasil meningkatkan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah.
Tetapi sebaliknya di negara-negara berkembang yang miskin, hasil privatisasi tidak jelas kesimpulannya. Tetapi apabila diteliti lebih rinci, ternyata privatisasi menimbulkan dampak negatif terhadap distribusi pendapatan, dimana kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Hasil ini mudah dipahami, karena privatisasi mengakibatkan aset-aset negara jatuh kepada orang kaya yang mampu membeli. Selanjutnya keuntungan dari membeli aset tersebut semakin besar, sementara si miskin yang tidak mempunyai akses untuk meningkatkan penghasilannya, misal di-PHK sebagai alasan efisiensi dari pengusaha, akan semakin miskin.
Bahkan kasus privatisasi di Amerika Latin pada tahun 1988-1992 dan Asia pada tahun 1997/1998 telah mengakibatkan banyak BUMN dikuasai kelompok tertentu karena proses tender tidak transparan (Todaro, 2003). Kondisi tersebut telah mengalihkan monopoli usaha kepada swasta. Para pengusaha berkesempatan untuk menumpuk kekayaan melalui kekuatan monopoli yang berasal dari pengalihan perusahaan yang semula dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah yang beroperasi di sektor-sektor vital.
Pelajaran dari Singapura
Berbeda dengan Indonesia dan negara berkembang lain, Pemerintah Singapura melalui Temasek malah membeli berbagai badan usaha di dalam dan luar negeri. Menurut data holding tersebut, selam tahun 2006 Temasek telah mengambil alih saham beberapa perusahaan di Jepang, Taiwan, China dan Tailand. Bahkan beberapa tahun yang lalu, Temasek telah mengakuisisi beberapa perusahaan besar dan strategis di Indonesia, salah satunya PT Indosat, suatu usaha yang strategis dan diakuisisi hingga 41%.
Berdasarkan data dari situs internetnya, Temasek Holding mempunyai total aset pada tahun 2006 mencapai Sin$ 213,7 milyar, dengan berbagai jenis usaha, seperti jasa keuangan, telekomunikasi dan penerbangan. Sementara itu, di Malaysia kita mengenal perusahaan holding Khazanah Nasional untuk mengelola BUMN yang tersebar di Malaysia, Indonesia, Singapura, Saudi Arabia dan India. Pengelolaan BUMN kedua negara tersebut mementahkan stigma negatif terhadap BUMN karena kunci keberhasilan adalah profesionalisme dan keterbukaan.
Kehati-hatian Privatisasi
Privatisasi dalam kondisi perekonomian Indonesia saat ini dibutuhkan oleh Pemerintah sebagai alternatif pembiayaan dan mengurangi pemborosan oleh BUMN yang tidak efisien. Hasil penjualan tersebut dapat digunakan oleh Pemerintah untuk membiayai kebutuhan fiskal khususnya untuk menggerakkan roda ekonomi dalam rangka mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Selain itu, tidak sedikit juga BUMN yang merugi karena dikelola tidak efisien sehingga pada akhirnya menjadi beban rakyat melalui pembayaran pajak. Sehingga dengan privatisasi, inefisiensi dari pengelolaan BUMN dapat dihindarkan.
Tetapi, privatisasi bukan jalan terbaik untuk mensejahterakan rakyat. Beberapa fakta menunjukkan masih terdapat distorsi dalam perekonomian kita, misalkan kartel pada usaha tertentu yang merugikan masyarakat. Peranan BUMN masih diperlukan untuk mengurangi distorsi ekonomi dalam rangka meningkatkan kemakmuran rakyat, khususnya usaha-usaha vital dan strategis. Selain itu, privatisasi juga harus memperhatikan politik ekonomi dengan melihat industri yang strategis agar jangan dikuasai pihak asing.
Keberhasilan beberapa negara mengelola BUMN dapat dijadikan cermin dalam mengelola BUMN di Indonesia, seperti misalnya membentuk perusahaan holding BUMN yang terlepas dari campur tangan birokrasi pemerintahan. Terakhir saya ingin mengutip pidato pengukuhan penerimaan nobel ekonomi dari Amartya Sen pada tahun 1998...A camel may not have speed of a horse, but it very useful…memang privatisasi bisa menyelesaikan masalah tetapi BUMN juga sangat berguna, seperti unta di gurun pasir.
Penulis peneliti senior di Bank Indonesia, tulisan ini merupakan pendapat pribadi.
Sementara pendapat menentang privatisasi didukung oleh pemikiran adanya ketidaksempurnaan pasar sehingga privatisasi dapat merugikan. Tokoh besar dalam ilmu ekonomi, Joseph Stiglitz, pemenang hadiah nobel ekonomi 2001, termasuk pendukungnya. Dalam kondisi pasar yang tidak sempurna dan banyak distorsi, maka privatisasi hanya merupakan pengalihan monopoli dari pemerintah ke swasta. Sehingga, yang diuntungkan adalah swasta tertentu, sementara masyarakat dirugikan karena membayar harga yang tinggi sebagai akibat ketidakefisienan atau karena posisi tawar yang rendah.
Selain itu, keberadaan BUMN juga diperlukan untuk meminimalkan distorsi ekonomi yang berasal dari swasta, yakni mereduksi dampak negatif dari kartel badan usaha swasta. Misal, kartel (de facto) perusahaan minyak goreng, yang terjadi akhir-akhir ini dengan meningkatkan harga, dapat dihindari dengan masuknya BUMN secara langsung ke pasar dengan menawarkan harga yang kompetitif.
Alasan menentang privatisasi lainnya, juga tidak terlepas dari rasa nasionalisme. Privatisasi kepada pihak asing berarti menjual perusahaan kepada pihak asing sehingga pengelolaan perusahaan dilakukan oleh asing. Badan usaha khususnya yang bersifat strategis, seperti telekomunikasi dan industri strategis, dapat digunakan untuk mengendalikan Indonesia. Penjualan saham kepada pihak asing dapat mengakibatkan negara kita sangat tergantung kepada pihak asing, sehingga kita mudah didekte.
Misalnya, bisa diduga kebijakan ekstradisi dan perjanjian pertahanan Indonesia dengan Singapura yang dianggap merugikan Indonesia mungkin juga dipengaruhi oleh kegiatan usaha dari Temasek, BUMN Singapura. Tampaknya, pengikut ekonomi pasar, yang mempercayai semakin kecil intervensi Pemerintah semakin baik, perlu belajar ekonomi politik dan bukan hanya ekonomi murni.
Dampak Privatisasi
Pengikut ekonomi pasar kadangkala terlalu myopic terhadap pandangan campur tangan Pemerintah selalu berdampak buruk terhadap ekonomi sehingga privatisasi merupakan penyelesaian terbaik. Sebagaimana diketahui pada tahun 1980-an dan 1990-an, kebijakan privatisasi aktif dipromosikan oleh lembaga-lembaga bantuan bilateral, misal USAID, dan lembaga multilateral, seperti Bank Dunia dan IMF. Antara tahun 1980 hingga 1992, lebih dari 15.000 BUMN di berbagai negara telah diprivatisasi.
Bagaimana dampaknya, mari kita berkaca pada beberapa fakta hasil penelitian empiris dari beberapa negara. Berdasarkan Todaro (2003) dengan mengambil penelitian Kikeri dkk, menunjukkan bahwa dalam banyak kasus privatisasi berhasil meningkatkan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah.
Tetapi sebaliknya di negara-negara berkembang yang miskin, hasil privatisasi tidak jelas kesimpulannya. Tetapi apabila diteliti lebih rinci, ternyata privatisasi menimbulkan dampak negatif terhadap distribusi pendapatan, dimana kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin melebar. Hasil ini mudah dipahami, karena privatisasi mengakibatkan aset-aset negara jatuh kepada orang kaya yang mampu membeli. Selanjutnya keuntungan dari membeli aset tersebut semakin besar, sementara si miskin yang tidak mempunyai akses untuk meningkatkan penghasilannya, misal di-PHK sebagai alasan efisiensi dari pengusaha, akan semakin miskin.
Bahkan kasus privatisasi di Amerika Latin pada tahun 1988-1992 dan Asia pada tahun 1997/1998 telah mengakibatkan banyak BUMN dikuasai kelompok tertentu karena proses tender tidak transparan (Todaro, 2003). Kondisi tersebut telah mengalihkan monopoli usaha kepada swasta. Para pengusaha berkesempatan untuk menumpuk kekayaan melalui kekuatan monopoli yang berasal dari pengalihan perusahaan yang semula dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah yang beroperasi di sektor-sektor vital.
Pelajaran dari Singapura
Berbeda dengan Indonesia dan negara berkembang lain, Pemerintah Singapura melalui Temasek malah membeli berbagai badan usaha di dalam dan luar negeri. Menurut data holding tersebut, selam tahun 2006 Temasek telah mengambil alih saham beberapa perusahaan di Jepang, Taiwan, China dan Tailand. Bahkan beberapa tahun yang lalu, Temasek telah mengakuisisi beberapa perusahaan besar dan strategis di Indonesia, salah satunya PT Indosat, suatu usaha yang strategis dan diakuisisi hingga 41%.
Berdasarkan data dari situs internetnya, Temasek Holding mempunyai total aset pada tahun 2006 mencapai Sin$ 213,7 milyar, dengan berbagai jenis usaha, seperti jasa keuangan, telekomunikasi dan penerbangan. Sementara itu, di Malaysia kita mengenal perusahaan holding Khazanah Nasional untuk mengelola BUMN yang tersebar di Malaysia, Indonesia, Singapura, Saudi Arabia dan India. Pengelolaan BUMN kedua negara tersebut mementahkan stigma negatif terhadap BUMN karena kunci keberhasilan adalah profesionalisme dan keterbukaan.
Kehati-hatian Privatisasi
Privatisasi dalam kondisi perekonomian Indonesia saat ini dibutuhkan oleh Pemerintah sebagai alternatif pembiayaan dan mengurangi pemborosan oleh BUMN yang tidak efisien. Hasil penjualan tersebut dapat digunakan oleh Pemerintah untuk membiayai kebutuhan fiskal khususnya untuk menggerakkan roda ekonomi dalam rangka mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Selain itu, tidak sedikit juga BUMN yang merugi karena dikelola tidak efisien sehingga pada akhirnya menjadi beban rakyat melalui pembayaran pajak. Sehingga dengan privatisasi, inefisiensi dari pengelolaan BUMN dapat dihindarkan.
Tetapi, privatisasi bukan jalan terbaik untuk mensejahterakan rakyat. Beberapa fakta menunjukkan masih terdapat distorsi dalam perekonomian kita, misalkan kartel pada usaha tertentu yang merugikan masyarakat. Peranan BUMN masih diperlukan untuk mengurangi distorsi ekonomi dalam rangka meningkatkan kemakmuran rakyat, khususnya usaha-usaha vital dan strategis. Selain itu, privatisasi juga harus memperhatikan politik ekonomi dengan melihat industri yang strategis agar jangan dikuasai pihak asing.
Keberhasilan beberapa negara mengelola BUMN dapat dijadikan cermin dalam mengelola BUMN di Indonesia, seperti misalnya membentuk perusahaan holding BUMN yang terlepas dari campur tangan birokrasi pemerintahan. Terakhir saya ingin mengutip pidato pengukuhan penerimaan nobel ekonomi dari Amartya Sen pada tahun 1998...A camel may not have speed of a horse, but it very useful…memang privatisasi bisa menyelesaikan masalah tetapi BUMN juga sangat berguna, seperti unta di gurun pasir.
Penulis peneliti senior di Bank Indonesia, tulisan ini merupakan pendapat pribadi.
copyright2003 "sinar Harapan".
0 komentar:
Posting Komentar